Gambar orang mancing di atas persis spt kehidupan para losser di forex: mau santai2 dpt duit, tapi lihat...
Yg pertama trading di tahan wkt sdg loss.
Yg kedua profit sedikit2 diambil.

Kedua kebiasaan itu ilusi yang akan menghasilkan cara trading yang loss. Sikap yang benar seharusnya adalah: quick cut loss & let the profit run. Sewaktu merencanakan entry kita sudah tahu dimana kita akan cut loss, dan itu harus ditaati. Sedangkan profitnya tdk usah kita pikirkan, krn begitu arah kita benar maka kita tahan/hold posisi open kita selama mungkin dg memasang SL yg digeser2. Tidak penting berapa kali kita menang, yang penting waktu kalah kita lossnya terbatas dan waktu menang profitnya buanyakkk.
Klik gambar di bawah ini utk melihat bgm seharusnya kehidupan kita sbg pendekar forex
You can be FREE.
You can live and work anywhere in the world.
You can be independent of routine and not answer to anybody.
This is the life of a successful trader

A road diverged in a wood and I took the one less traveled by. And that has made all the difference

The Pursuit of Happiness

Setelah sekian lama mendengar cerita tentang film 'The Pursuit of Happyness' dan tergiur menyaksikan akting Will Smith yang konon katanya ‘the best ever’, akhirnya saya berhasil nonton film ini. *deuuu, bangga..* :)

Sejak dulu setiap kali melewati satu hari yang buruk, saya selalu saja merapal mantra andalan "Aku akan baik-baik saja, Aku akan baik-baik saja, Aku akan baik-baik saja." Tapi sejak menonton film The Pursuit of Happyness, saya mendadak punya banyak mantra serep seputar Chris Gardner.
------------------------
Chris Gardner (Will Smith) bukan seorang yang luar biasa. Dia hanyalah seorang sales alat pemindai kepadatan tulang. Seperti jutaan orang di bumi ini, dia juga menghadapi tumpukan masalah yang sama. Tunggakan pajak dan kontrakan rumah selama 4 bulan, 6 alat pemindai senilai U$ 250 per buah yang tak kunjung laku, tabungan yang terkuras habis hingga tinggal U$ 20. Tambahkan faktor 1 anak yang harus diasuh, dan 1 istri frustasi yang akhirnya memilih untuk hengkang ke New York. Makin lengkaplah daftar masalah seorang Chris Gardner.

Tapi Chris tidak mengeluh. Saat ia bertemu dengan gadis hippie yang mencuri salah satu alat pemindainya, Chris cuma mengambil miliknya sambil diam, tanpa sekalipun memaki. Saat diusir dari rumah kontrakannya dan tak punya tempat untuk tidur, dengan cerdiknya ia menciptakan permainan "Mesin Waktu" bersama anaknya, Christopher. Karena takut diburu dinosaurus jaman purba, mereka terpaksa bersembunyi di "gua" terdekat. Dan "gua" itu adalah toilet laki-laki di stasiun kereta bawah tanah. Saat ia terpaksa mengambil pilihan magang kerja 6 jam setiap harinya sebagai pialang saham, dengan kontrak 6 bulan kerja tanpa digaji, dan seleksi ketat dimana dari 20 orang hanya akan disaring 1 orang sebagai pekerja tetap. Saat uang di dompetnya tinggal U$ 15, dengan ikhlas ia meminjamkan satu lembar U$ 5 nya pada bos tempatnya magang untuk bayar ongkos taksi. Saat ia terpaksa memperbaiki salah satu alat pemindainya yang rusak sekaligus belajar ujian sahamnya dalam redupnya cahaya bulan, karena di tempat penampungan listrik padam jam 21.00. Saat ia terpaksa menjual darahnya dengan harga U$ 20 sekantung, demi membeli makanan yang layak untuk Christopher. Semuanya dijalani Chris tanpa sekalipun juga mengeluh atau protes pada Tuhan. "Yang penting, kamu bahagia, Ayah bahagia. Itu saja cukup," ujar Chris pada Christopher (Jaden Christopher Syre Smith).

Menonton film yang berdasarkan kisah nyata ini membuat saya merenungkan kembali arti kebahagiaan. Dulu bagi saya, kebahagiaan itu sederhana saja. Bisa berupa 1 buku bagus di waktu weekend, secangkir coklat panas saat turun hujan, bercengkerama bersama para sahabat, atau menatap langit yang menghijau di senja hari.
Tapi saya--yang mencecap kebahagiaan dengan romantisme-- tidak menelan hari-hari getir yang dijalani Chris. Dengan beruntungnya, setiap pagi saya berangkat dengan perut kenyang, dan saya selalu punya kamar yang hangat dan nyaman untuk ditiduri setiap malam. Setiap akhir bulan, saya tak perlu putar otak mencari celah "bernafas" untuk 1 bulan berikutnya. Berjuang hidup dari bulan ke bulan, minggu ke minggu, bahkan dari hari ke hari.

Menonton film ini membuat saya belajar berempati. Bahwa bagi seorang Chris Gardner, kebahagiaan bukanlah hal yang telah ada sebagaimana mestinya. Kebahagiaan harus dikejar, seperti yang pernah diucapkan Thomas Jefferson. "Dan saat mengejarnya, jangan pernah biarkan orang lain bilang 'Kamu tak akan bisa', bahkan meskipun orang itu Ayah," pesan Chris pada Christopher.

Tak hanya itu, menonton film ini juga mengajari saya untuk merasa malu. Malu saat saya banyak mengeluh, malu saat saya banyak protes, malu saat saya tak bisa menahan diri. Dan dari film ini ini jugalah saya belajar untuk merapal mantra baru saya. "Chris Gardner saja bisa menjalani ini dengan ikhlas dan tanpa mengeluh, masa sih kamu nggak bisa sih?"

Pendapat saya tentang ‘The Pursuit of Happyness’?

Sejujurnya, tidak banyak. Dan saya juga memilih untuk tidak terburu-buru mencantumkannya dalam daftar film favorit di Friendster *wink*.

Alasannya?
Well.. mungkin pandangan saya tentang arti kebahagiaan sedikit berbeda. Entah benar entah salah, namun bagi saya kebahagiaan bukanlah sesuatu yang harus dikejar seperti Will Smith (atau Chris Gardner) memperjuangkannya.

Entah hidup dengan harta berlimpah atau melarat setengah mati, sehat walafiat atau terbaring di rumah sakit, bisa makan di restoran mewah atau makan nasi-kerupuk, tinggal di rumah jutaan dolar atau di penginapan sederhana yang bayarnya pakai ngutang, menikah dengan eksmud super-tampan lagi baik budi dan tidak sombong atau masih single di usia ‘kepala dua lari-lari’; menurut saya, kebahagiaan tidak ditentukan oleh itu semua.

Saya menonton film tersebut sampai habis, dan mendadak teringat pada sebaris kalimat yang dituliskan seorang teman beberapa waktu lalu. Kalimat yang sangat sederhana, namun lebih dari cukup untuk merangkum makna kebahagiaan secara utuh (dan menohok hati saya).

“Kebahagiaan tidak perlu dikejar, karena kebahagiaan timbul dari hati dan pikiran yang senantiasa bersyukur.”

Teman saya bukan ahli filsafat, seniman besar, sastrawan terkenal, pun pembuat film kondang.Tapi bagi saya, ia telah berhasil menyampaikan arti kebahagiaan melebihi yang dapat diuraikan oleh siapa pun. :)

Buku Tamu

This blog is dedicated to Forex Trader.
Please come back and visit often
as it will be updated on a regular basis
regarding various topics about Fx Trading
fosamax litigation